Oleh: Muslim Arbi
Direktur Gerakan Perubahan dan Advisory Board of MSI
Surabaya,Swaragemati.id-
Presiden Prabowo akan alami kendala serius untuk memberantas korupsi dan lakukan penegakkan hukum yang optimal jika tidak segera mengganti ketua KPK, Kapolri dan Jaksa Agung.
Dalam pengusutan kasus Whoosh, proyek Kereta Api Cepat yang merusak keuangan negara dan jadi beban masyarakat dan terdapat indikasi korupsi yang fatal dan akut padahal kerugian negara sudah jelas karena mark up yang gila-gilaan terjadi di dalam nya.
Dari sejak awal proyek itu di katakan busuk oleh menko maratim saat itu Luhut Binsar Panjaitan yang belakangan baru di akui nya untuk cuci tangan. Dan proyek itu di tentang oleh Mentri Bappenas Dr Adrianof Chaniago dan Mentri Perhubungan Ignatius Jonan yang akhir nya di tendang dari kursi nya mereka karena menentang proyek tersebut.
Pernyataan Luhut, pemecatan 2 Mentri Jokowi waktu itu yang menentang proyek Kereta Cepat itu sudah menjadi bukti kuat kekacauan proyek tersebut.
Kerugian negara telah di paparkan oleh para ahli. Anthony Budiawan seorang ekonom senior sebut terdapat kerugian negara Rp 73,5 Triliun akibat mark up.
Proyek yang semula adalah B to B antara RI-China belakang menjadi G to G.
Ini jelas pengkhianatan kepada negara karena Jokowi dan Luhut menggiring negara di jebak oleh China. Itu pengkhianatan yang jelas dan kerugian korupsi yang jelas.
Sejak awal 2025 KPK menurut juru bicara nya Budi Prasetyo mengumumkan ke publik tetapi sampai saat ini KPK masih berpolemik. Itu tidak serius. Jika di tilik dari pimpinan KPK saat ini berhutang Budi kepada Joko Widodo yang menjadikan Setyo Buyanto sebagai ketua KPK yang langgar UU dan aturan KPK dalam pemilihan pimpinan KPK. Mana mungkin pimpinan KPK mau serius usut kejahatan Jokowi di bidang korupsi Whoosh kalau Setyo Budiyanto di angkat oleh Joko Widodo?
Selain Whoosh juga banyak sekali kasus KKN di meja KPK yang menyeret keluarga Jokowi yang masih numpuk. Kasus laporan Gratifikasi oleh Ubeidillah Badrun soal keterlibatan Gibran dan Kaesang dalam pembelian Saham hampir seratus miliar mandeg di KPK hingga saat ini. Padahal kasus itu sangat terang di mata publik sebagai tindakan KKN yang nyata oleh anak-anak Joko Widodo.
Kasus Silvester Matutina yang sudah Inkrah dalam putusan Pengadilan. Tetap Jaksa Agung belum mengeksekusi kasus tersebut. Padahal itu mendapat sorotan dan kritikan publik dan aksi massa yang berkali-kali geruduk ke Jaksaan agar Silvester di tangkap. Tetap Kejaksaan agung masih bergeming. Tindakan Jaksa agung itu menciderai kinerja penegakkan hukum oleh Prabowo Subianto. Selain kasus Silvester masih banyak lagi kasus yang di tangani Kejaksaan agung yang menjadi pertanyaan dan tanda tanya seperti BBM oplosan yang seret nama Erick Thohir dll. Nasib kasus nya mengendap tidak jelas hingga saat ini. Padahal Erick Thohir telah di copot dari jabatan nya sebagai Mentri BUMN.
Bisa jadi pencopotan Erick Thohir dari jabatan nya sebagai Mentri BUMN karena selain gagal pimpin kementrian BUMN juga dugaan korupsi yang membelinya termasuk penjualan saham Go To Telkom.
Selain pimpinan KPK dan Kejaksaan agung, Presiden Prabowo juga harus segera mengganti Kapolri sebagaimana suara usulan masyarakat yang nilai sudah saat nya Jendral Polisi Sigit Listyo Prabowo harus di ganti. Publik memandang kenapa harus Prabowo yang turun langsung kawal pembakaran bukti – bukti Narkoba yang dihancurkan oleh Polisi? Masa iya sih soal itu saja harus Presiden turun tangan? Bisa jadi itu salah satu ketidak percayaan Prabowo terhadap kepemimpinan Sigit di Kepolisian.
Juga termasuk reformasi kepolisian yang di lakukan oleh Sigit. Padahal Presiden Prabowo mau reformasi polri. Bagaimana bisa seorang Kapolri mau melawan Presiden dan Kapolri nya di biarkan? Tidak di copot? Bukan pembiaran itu menggerus wibawa Prabowo sebagai Presiden, bukan?
Presiden Prabowo pernah sesumbar akan mengejar Koruptor sampai ke Antartika. Itu tidak terlaksana dan publik anggap itu jargon belaka.
Presiden Prabowo jika ingin berantas Korupsi sampai tuntas dan mengejar nya sampai ke Antartika tetapi tidak segera ganti pimpinan KPK, Kapolri dan Jaksa Agung. Rakyat anggap pernyataan itu hanyalah retorika saja. Ya hanyalah omon-omon belaka. Bukan kah itu menggerus wibawa seorang Presiden bukan?
Kalau melihat kinerja tiga insitusi hukum saat ini dalam penangan kasus besar saat ini terlihat lebih banyak seolah jadi bumper bagi kepentingan Jokowi, KKN dan gank nya.
Hal itu tentunya sangat menciderai rasa keadilan di masyarakat. Rakyat ingin Presiden nya berwibawa bukan menjadi olok-olok bawahan nya.
Surabaya: 30 Oktober 2025/Swg.id-)
