Swaragemati.id, Jakarta – Ucapan terima kasih pak Edi kepada Dr Ali Maksum karena sudah meluangkan waktu untuk datang ke kantornya (VOI). Kami akan bicara tentang larangan dari pemerintah yang melakukan perdagangan kaki lima menjual rokok secara eceran atau ketengan Ini tertuang dalam PP nomor 28 tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan.
Nah, ini implementasi atau turunan dari Undang-Undang. Pertanyaannya nanti akan kami kolaborasi, masalah ini ternyata mendapat reaksi dari para pedagang kaki lima Pak.
Baik, yang pertama yang akan kami tanyakan, apa tanggapan Bapak tentang pelarangan pedagang kaki lima (PKL) menjual rokok secara eceran? “Yang pertama, sejak Desember 2022, saya selalu dan sudah meminta kepada Presiden Jokowi untuk tidak melarang jualan rokok eceran”.
Kenapa? “Karena ini menyangkut jutaan ekonomi rakyat, pedagang asongan, pedagang kaki lima, warung rokok yang bertumbuh pada jualan rokok eceran”.
Kenapa demikian? “Karena dari 70 juta perokok di Republik Indonesia, mayoritas lebih dari 50% adalah masyarakat berpenghasilan rendah Seperti supir, abang becak, ojek, pemulung, kuli bangunan, petani, buruh, dan lain-lain.
Oleh karena itu, kami satu tahun tujuh bulan meminta kepada Presiden untuk membatalkan rencana melarang jualan rokok eceran sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023.
Yang kedua, Rp 28.2024 ini diskrimatif, Karena puluhan juta rakyat kita akhirnya tidak bisa membeli rokok karena keterbatasan dari membeli rokok. Padahal merokok dari Undang-Undang Kesehatan no 17 Tahun 2023 tidak dilarang dan tidak diharamkan, baik oleh agama maupun oleh pemerintah. Ini adalah peraturan yang diperlukan oleh Undang-Undang.
Demikian pula, ada 2 juta petani tembakau, ada 500 ribu buruh tembakau, ada 1,2 petani cengkeh, ada 300 ribu petani cengkeh, ada sekitar 1,5 juta buruh pabrik rokok, ada 600 ribu pabrik rokok, ini bisa menjadi semua realitas yang akan meningkatkan jumlah pengangguran di dunia ini.
Padahal Indonesia 2030 tentu sukses menjemput puncak penelitian buruh tembakau. Saya selalu berterima kasih kepada Asosiasi Peneliti Negeri Indonesia dan juga Kepala Komunikasi Peneliti Negeri Indonesia serta sebagian luar negara, kondisi ini tidak boleh terjadi dan kami akan mengajukan Judicial review kepada Mahkamah.
Pasal-pasal di PP 28 Tahun 2024 terkait satu pelarangan menjual rokok eceran, zonasi 200meter dari tempat pendidikan dan permainan anak, serta memajang tenan bagi penjual rokok, dicabut oleh Mahkamah Agung. Karena ini impact-nya sangat luas, bahaya mendorong Indonesia gagal menjemput puncak polusi dan akan menjadi malapetaka.
Saya hanya khawatir Gen Z yang hari ini 9,9 juta menanggungnya, ditambah lagi gelombang PHK, ditambah lagi dampak dari PP 28 Tahun 2024 akan menjadi perundangan pengangguran. Kalau menjaga penduduk kemiskinan, tergantung akhirnya menjadi kelaparan.
ini yang kita lihat Pak, saat ini berapa anggota PKL yang pimpin ini, baik itu sudah terdata ataupun masih tersonding saja? Hasilnya ini ada sekitar 600 ribu di Indonesia Dengan PP 28 tahun 2024 otomatis mereka tidak punya pekerjaan. Yang kedua, kopi keliling Ini lagi menjamur di semua kota-kota. Mereka itu penghasilnya 100-200 ribu. Tumpuan penghasilnya bagi hasil rokok kecil.
Yang ketiga, perdagangan kaki lima yang ada di pinggir-pinggir jalan. Rata-rata di tempat-tempat tertentu ada 24 jam dan sebagainya itu juga tumpuannya rokok kecil. Ada 4,1 juta warga penjual rokok yang pasti omsetnya kecil.
Kenapa begitu? “Karena rokok itu bukan sebenarnya sebagai domain untuk omset penjualan per hari. rokok itu menjadi media orang yang datang ke tempat diwaktu tertentu sehingga membeli barang-barang jualan yang lain. Singkat cerita dari sisi sektor perdagangan, sektor retail, tidak kurang dari 10 juta yang akan didapat. Kalau kita bicara dari sisi industri rokok, baik pabrik maupun industri, sampai petani tembakau, petani cengkak, ada 30-40 juta. Jadi, sekitar 50 juta.”Dr Ali Maksum merincikan Biomed”.
Terdapat dari pilihan rokok-rokok. Kalau kita simak penyataan Ibu Menteri Keuangan Industri Pemerintah, Dia menyampaikan tidak terlalu signifikan pengaruhnya pelarangan ini. Justru untuk warung-warung seperti warung Madura yang beroperasi 24 jam bisa lebih tinggi pendapatannya karena nilai pembeliannya makin besar. Yang tadinya ketengan atau eceran menjadi perbungkus, tanggapan pemerintah.
Seperti yang saya katakan dari 70juta perokok, 60 persen berpenghasilan rendah yang hanya mampu membeli rokok eceran. Otomatis mereka tidak membeli perbungkus omsetnya pasti turun. Dengan jumlah pengunjung yang turun lebih dari 40 persen, otomatis barang-barang yang lain tidak dapat dibuat itu hukum ekonomis yang bisa. “tutup Dr Ali Maksum Biosmed”
(Swg.id)🙏